Kota Blitar merupakan sebuah kota yang terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 167 km sebelah selatan Surabaya. Kota Blitar terkenal sebagai tempat kelahiran dan dimakamkannya presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Selain disebut sebagai Kota Patria, kota ini juga disebut sebagai Kota PETA (Pembela Tanah Air) karena di bawah kepimpinanan Suprijadi, Laskar PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang untuk pertama kalinya pada tanggal 14 Februari 1945 yang menginspirasi timbulnya perlawanan menuju kemerdekaan di daerah lain.
Ikan koi yang populer di Jepang dapat dibudidayakan dengan baik di kota ini sehingga memberikan julukan tambahan sebagai Kota Koi.
Sejarah
Hotel "Van Rheeden" di Blitar (tahun 1919-1926).
Berdasarkan legenda, dahulu bangsa Tartar dari Asia Timur sempat menguasai daerah Blitar yang kala itu belum bernama Blitar. Majapahit saat itu merasa perlu untuk merebutnya. Kerajaan adidaya tersebut kemudian mengutus Nilasuwarna untuk memukul mundur bangsa Tartar.
Keberuntungan berpihak pada Nilasuwarna, ia dapat mengusir bangsa dari Mongolia itu. Atas jasanya, ia dianugerahi gelar sebagai Adipati Aryo Blitar I untuk kemudian memimpin daerah yang berhasil direbutnya tersebut. Ia menamakan tanah yang berhasil ia bebaskan dengan nama Balitar yang berarti kembali pulangnya bangsa Tartar.
Akan tetapi, pada perkembangannya terjadi konflik antara Aryo Blitar I dengan Ki Sengguruh Kinareja yang tak lain adalah patihnya sendiri. Konflik ini terjadi karena Sengguruh ingin mempersunting Dewi Rayung Wulan, istri Aryo Blitar I.
Singkat cerita, Aryo Blitar I lengser dan Sengguruh meraih tahta dengan gelar Adipati Aryo Blitar II. Akan tetapi, pemberontakan kembali terjadi. Aryo Blitar II dipaksa turun oleh Joko Kandung, putra dari Aryo Blitar I. Kepemimpinan Joko Kandung dihentikan oleh kedatangan bangsa Belanda. Sebenarnya, rakyat Blitar yang multietnis saat itu telah melakukan perlawanan, tetapi dapat diredam oleh Belanda dengan membuat peraturan baru.-->
Kota Blitar mulai berstatus gemeente (kotapraja) pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan peraturan Staatsblad van Nederlandsche Indie No. 150/1906. Pada tahun itu, juga dibentuk beberapa kota lain di Pulau Jawa, antara lain Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Samarang, Salatiga, Madioen, Malang, Soerabaja, dan Pasoeroean.
Dengan statusnya sebagai gemeente, selanjutnya di Blitar juga dibentuk Dewan Kotapradja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi sebesar 11.850 gulden dari Pemerintah Hindia-Belanda. Untuk sementara, jabatan burgemeester (wali kota) dirangkap oleh Residen Kediri.
Pada zaman pendudukan Jepang, berdasarkan Osamu Seirei tahun 1942, kota ini disebut sebagai Blitar-shi dengan luas wilayah 16,1 km² dan dipimpin oleh seorang shi-chō.
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 km². Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar berdasarkan Undang-Undang No. 18/1965. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 48/1982, luas wilayah Kotamadya Blitar ditambah menjadi 32,58 km² serta dikembangkan dari satu menjadi tiga kecamatan dengan 20 kelurahan. Terakhir, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1999, nama Kotamadya Blitar diubah menjadi Kota Blitar.[3]
Geografi
Secara geografis, Kota Blitar terletak di sebelah selatan Provinsi Jawa Timur, berada di kaki Gunung Kelud dengan ketinggian 156 meter dari permukaan laut, dan bersuhu udara rata-rata cukup sejuk antara 24°-34° C.
Pariwisata
Rumah masa kecil Bung Karno.
Perempatan Lovi pada tahun 1920-an.
Pemandangan jalan menuju Stasiun Blitar pada tahun 1900-an.
Potensi pariwisata Kota Blitar tidak lepas dari nilai-nilai sejarah yang masih kental tergurat di kota yang pernah menjadi salah satu tempat berkecamukmya semangat kepahlawanan pejuang bangsa. Nama-nama besar seperti Adipati Aryo Blitar, Proklamator Bung Karno, Shodancho Suprijadi, dan lain sebagainya menjadi inspirasi yang ikut mewarnai dinamika, arah, dan kemajuan kota yang sedang tumbuh ini.
Dalam upaya membangun iklim yang kondusif, didukung oleh sistem perdagangan barang dan jasa unggulan, pemerintah Kota Blitar memilih sektor pariwisata sebagai primadona untuk mengembangkan ekonomi daerah. Beberapa tempat tujuan wisata yang ada di Blitar, dari waktu ke waktu kian dibenahi dan diperkaya guna meningkatkan potensi wisata di Kota Blitar.
Tempat tujuan wisata di Kota Blitar antara lain:
- Makam Bung Karno, tempat dimakamkannya presidan pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno. Makam ini terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, sekitar 2 kilometer sebelah utara pusat kota.
- Perpustakaan dan Museum Bung Karno merupakan perpustakaan yang selain berisi segala bentuk memorabilia Bung Karno, juga dikembangkan sebagai pusat studi terpadu. Beberapa koleksi yang ada saat ini adalah lukisan hidup Bung Karno yang dapat berdetak tepat pada bagian jantungnya, uang bergambar Bung Karno yang dapat menggulung sendiri, dan koleksi sumbangan dari Yayasan Idayu.
- Istana Gebang atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini bertempat di Jl. Sultan Agung 69. Di rumah ini pada setiap bulan Juni ramai didatangi pengunjung, baik dalam rangka peringatan hari ulang tahun Bung Karno maupun karena adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemkot Blitar, seperti Grebeg Pancasila.
- Petilasan Arya Blitar merupakan sebuah makam dari Adipati Arya Blitar yang terletak di Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo. Makam ini ramai dikunjungi pada bulan Sura (Muharram) dan juga setiap malam Jumat legi.
- Monumen Supriyadi merupakan sebuah monumen untuk mengenang jasanya. Pada tahun 1945, Kota Blitar menjadi pusat pemberontakan tentara PETA yang dipimpin oleh Shodancho Suprijadi melawan tentara Jepang. Monumen ini terletak di depan bekas markas PETA dan Taman Makam Pahlawan Raden Wijaya. Selain itu, juga dibangun sebuah patung setengah dada Suprijadi yang terletak di depan Pendapa Kabupaten Blitar.
- Kebon Rojo, yaitu taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada di belakang kompleks rumah dinas Walikota Blitar yang disediakan untuk masyarakat umum maupun wisatawan secara cuma-cuma. Di taman tersebut, terdapat beberapa jenis hewan peliharaan, fasilitas bermain anak-anak, tempat bersantai, panggung apresiasi seniman, air mancur, dan juga berbagai jenis tanaman langka yang berfungsi sebagai paru-paru kota.
- Taman Air Sumberudel adalah taman air paling megah se-eks-Karesidenan Kediri. Taman air ini diresmikan kembali oleh Walikota Blitar pada tanggal 10 Oktober 2007 setelah direnovasi selama kurang lebih satu setengah tahun. Fasilitas yang dimilikinya cukup lengkap bila dibandingkan dengan taman-taman air lain di Jawa Timur.
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan
Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) adalah pusat layanan informasi bagi para pelaku ekonomi, khususnya pelaku perdagangan, selain sebagai pusat layanan informasi tentang pariwisata. Pembangunan pusat informasi ini adalah bentuk realisasi kebijakan pembangunan sarana-prasarana ekonomi pada umumnya, serta sarana-prasarana perdagangan dan pariwisata pada khususnya. Ini adalah penjabaran dari pembangunan sistem perdagangan barang dan jasa unggulan sebagaimana yang tersurat dalam rumusan visi Kota Blitar.
PIPP menjadi media integrasi informasi dan publikasi pariwisata dan potensi daerah secara bersama-sama antara daerah Kota Blitar beserta daerah sekitarnya, seperti Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Nganjuk, serta daerah-daerah lainnya di wilayah administrasi Badan Koordinasi Wilayah I Madiun. PIPP diresmikan pada tanggal 3 Juli 2004 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri bersamaan dengan peresmian beberapa objek lainnya, antara lain Stadion Gelora Supriyadi, Pasar Legi, dan Perpustakaan Persada Bung Karno.
Fasilitas pendukung
- Stadion Gelora Supriyadi merupakan markas dari klub sepak bola PSBI Blitar dan PSBK Blitar.
- Hotel Tugu Sri Lestari terletak di Jl. Merdeka. Hotel ini lebih dikenal dengan sebutan Sri Lestari saja. Hotel bergaya kolonial ini merupakan hotel tertua yang berdiri di pusat Kota Blitar dan merupakan saksi sejarah dari peristiwa pemberontakan PETA yang terjadi pada tanggal 14 Februari 1945.
- Patria Plaza Hotel terletak di Jl. Kartini. Hotel ini diresmikan oleh Walikota Blitar pada tanggal 1 Januari 2005.
- Hotel Puri Perdana terletak di Jl. Anjasmoro. Hotel ini adalah hotel pertama di Kota Blitar yang memberikan fasilitas internet gratis.
Rupa-rupa
- Kota dan Kabupaten Blitar merupakan daerah utama yang dilewati oleh lahar Gunung Kelud apabila meletus.
- Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono; Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono; dan Wakil Ketua KPK, Mochammad Jasin, lahir dan dibesarkan di kota ini. Semuanya merupakan alumni SMP Negeri 1 Blitar dan SMA Negeri 1 Blitar.
- Puteri Indonesia 2007, Putri Raemawasti, lahir dan dibesarkan di kota ini.
- Artis sinetron Anjasmara dan Hengky Kurniawan merupakan putra asli Blitar.
- Produsen pesawat berkebangsaan Belanda-Amerika Serikat, Anthony Fokker, lahir di Blitar.
Di jalan Melati, Blitar, Jawa Timur, ada sebuah makam tua yang lebih dikenal dengan nama makam Gantung. Predikat yang melekat pada makam tua ini, sangat singkron dengan kondisi makam tersebut.
Pasalnya, makam ini memang dalam posisi tidak menyentuh tanah. Karena itu, masyarakat Blitar menyebutnya dengan nama, Makam Gantung. Keunikannya, tak sedikit para penjiarah yang datang ke makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah ke makam gantung.
Selain mendoakan tokoh sakti yang makamnya tidak menyentuh tanah ini, mereka sengaja ingin menyaksikan keunikan dari makam itu. Apalagi, jarak makam Bung Karno dengan makam gantung, hanya terpaut sekitar satu kilometer.
Eyang Joyodigo, inilah nama tokoh sakti yang makamnya dibuat itidak menyentuh tanah. Menurut penuturan juru kunci makam gantung, Biran, 74 tahun, semasa hidupnya, Eyang Joyodigo dikenal sebagai satu-satunya tokoh pada zamannya yang memiliki ilmu Aji Pancasona. Yakni, ajian yang ketika mati dapat hidup kembali asal jasadnya menyentuh tanah. Karena itu, ketika tokoh ini meninggal di usia senja, kemudian makamnya dibuat tidak menyentuh tanah. Jasadnya dimasukan kedalam peti besi, kemdian disangga dengan empat penyangga yang juga terbuat dari besi.
Karena makamnya tidak menyentuh tanah, walau jasadnya disangga dalam peti besi, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Makam Gantung. Sedangkan di bawah serta di kiri-kanannya, dimakamkan para keluarga Eyang Joyodigo.
Masih menurut penuturan juru kunci, dalam epos Ramayana, saat itu hanya satu yang memiliki Aji Pancasona, yakni saudara kembar Sugriwo yang bernama Subali. Keduanya, berasal dari bangsa kera.
Namun, karena rayuan Rahwana, kemudian ilmu Aji Pancasona jatuh ke tangah raja dari Alengka ini. Lalu bagaimana Aji Pancasona bisa dikuasai oleh Eyang Joyodigo?
Menurut juru kunci lagi, semasa hidup, tokoh ini dikenal suka laku tirakat. Berbagai macam ilmu telah dikuasai. Termasuk Aji Pancasona. Bahkan gurunya, tak hanya dari bangsa manusia saja. Tapi ada juga yang berasal dari bangsa lelembut. Tak heran, jika Eyang Joyodigo bisa menguasai ilmu Aji Pancasona yang pemilik aslinya, tinggal cerita.
"Beliau semasa hidupnya, berguru sosok gaib pemilik pertama Aji Pancasona," terang juru kunci yang juga mantan tentara PETA.
Lalu siapa sebenarnya Eyang Joyodigo? Sebagaimana yang dituturkan Biran kepada kami, tokoh ini dulunya sahabat dekat Pangeran Diponegoro. Tak hanya sahabat juga, karena Joyodigo juga trah darah biru dari Mataram.
Dan pada tahun 1825, timbul perselisihan antara Belanda dengan Pangeran Diponegoro. Penyebabnya, pihak keraton bagi Diponegoro, terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta, seakan-akan berdiri hanya karena kemurahan hati Belanda.
Tak hanya itu, yang membuat darah Diponegoro mendidih. Saat itu, kekuasaan raja-raja di tanah Jawa terus dipersempit. Apalagi, kekuasaan raja disamakan dengan kedudukan pegawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan, pemerintah kolonial terlalu jauh mencampuri urusan keraton dengan cara ikut campur dalam hal pergantian raja.
Lebih menyakitkan lagi bagi Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak jalan, ternak, rumah, serta hasil bumi kepada rakyat jelata. Karena itu, ketika kompeni membuat tanda tapal batas untuk jalan yang melewati tanah leluhurnya, tanda tapal batas itu langsung dicabut.
Dengan begitu, api peperangan telah tersulut. Selama dalam masa peperangan yang berlangsung lima tahun (1825-1830), salah satu pengikut pangeran Diponegoro yang setia yakni, Joyodigo. Bersama Diponegoro, Joyodigo terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Tak hanya sekali, tokoh sakti ini tertangkap dan dieksekusi mati oleh Belanda. Namun, karena mempunyai Aji Pancasona, begitu jasadnya dibuang oleh Belanda, Joyodigo hidup lagi tanpa sepengetahuan kompeni.
Hingga pada akhirnya, di tahun 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap karena siasat licik pihak kompeni. Namun, walau Pangeran Diponegoro telah diasingkan ke Makasar setelah tertangkap, bukan berarti darah pejuang Joyodigo padam.
Walau saat pecah perang Pangeran Diponegoro, usianya masih menginjak sekitar 30-an, namun dia terus melakukan perang gerilya bersama pengikut Pangeran Diponegoro yang lain. Namun, karena saat itu wilayah Yogyakarta terlalu banyak penjagaan oleh kompeni, Joyodigo memilih perang gerilya menuju arah timur.
Singkat cerita, dalam perjalanannya ke arah timur, setiap pos Belanda yang lengah, pasti diserang. Hingga pada akhirnya, sampailah Joyodigo di wilayah Blitar. Di kota ini, tanpa sepengetahuan pihak penguasa Blitar saat itu, Joyodigo terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Merasa wilayahnya aman dari pemerasan kompeni, kemudian Adipati Blitar saat itu, mengirim pasukan telik sandi (intel) untuk mencari tahu siapa sebenarnya yang telah membuat takut kompeni di wilayah Blitar.
Hingga pada akhirnya, telik sandi yang dikirim oleh sang Adipati, menemukan Joyodigo di sebuah hutan yang masuk Blitar Selatan. Atas perintah Adipati Blitar, telik sandi mengundang Joyodigo untuk datang ke pendopo.
Namun permintaan utusan Adipati Blitar ini ditolak dengan halus. Alasannya, Joyodigo saat itu, masih sibuk melatih laskar untuk mengusir kompeni.
Karena penolakan halus dari Joyodigo ini, kemudian telik sandi langsung pulang dan melapor kepada Adipati. Dua tahun kemudian, Adipati Blitar kembali mengirim utusan. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat dan harus segera dicarikan pengganti.
Maksud Adipati mengirim utusan yang kedua, agar Joyodigo bersedia menjadi patih di kadipaten Blitar. Dan karena banyak pihak kompeni yang meninggalkan Blitar lantaran serangan gerilya pasukan Joyodigo, tokoh ini bersedia menerima tawaran Adipati Blitar.
Sebagai seorang keturunan darah biru dan pernah tinggal di keraton, ketika diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Joyodigo sudah tak asing lagi dengan pemerintahan. Patih Joyodigo mampu mengambil kebijakan yang sangat cakap.
Hal inilah yang membuat salut sang Adipati Blitar. Karena kecakapan ini, kemudian sang Adipati memberinya tanah perdikan yang sekarang berada di Jalan Melati, Kota Blitar. Di tanah perdikan ini, Joyodigo kemudian membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya dan diberinya nama Pesanggerahan Joyodigo.
Rumah yang didirikan oleh Joyodigo tersebut, hingga kini masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai Aji Pancasona, Joyodigo akhirnya wafat pada tahun 1905 diusia seratus tahun lebih.
Karena khawatir akan hidup lagi begitu menyentuh bumi, kemudian oleh para kerabat, makamnya diusahakan agar tidak menyentuh tanah. Jasad Joyodigo dimasukkan ke dalam peti besi, dan peti itu kemudian disangga dengan empat tiang yang juga terbuat dari besi seperti yang tampak sekarang ini.
"Di usia yang sudah lebih seratus tahun, kan kasihan kalau Eyang terus menerus hidup lagi setelah meninggal. Karena itu, makamnya dibuat menggantung agar tidak menyentuh tanah. Kalau asal-usulnya ya, seperti yang saya katakan tadi. Eyang Joyodigo merupakan keturunan darah biru dari Mataram dan pernah menjadi patih di Kadipaten Blitar sini. Kalau saudara beliau, mantan bupati Rembang yang juga suami dari RA. Kartini," terang juru kunci yang telah menjaga makam Eyang Joyodigo lebih dari 20 tahun.
Sebagai makam seorang tokoh sakti pada zamannya, kini makam Eyang Joyodigo pada hari-hari tertentu banyak didatangi oleh para peziarah. Terutama yang datang dari kalangan spiritualis. Beda dengan para peziarah biasa, kaum spiritualis ini datang ke makam Eyang Joyodigo dengan maksud tertentu, yakni ingin berguru kepada Eyang Joyodigo dengan cara gaib. Tujuannya, agar mendapat titisan ilmu Aji Pancasona.
Menurut juru kunci, hingga kini, tak seorangpun spiritualis yang berhasil mendapatkan titisan ilmu Aji Pancasona dari Eyang Joyodigo. Jangankan diberi titisan ilmu Aji Pancasona, diberi ilmu yang kesaktiannya dibawah Aji Pancasona saja tidak. Bahkan tak jarang, para spiritualis yang sedang menjalani laku di makam Eyang Joyodigo, justru diusir dengan suara tanpa rupa.
"Apa dikira mudah belajar ilmu Pancasona. Karena salah satu syaratnya yaitu harus bertapa Ngalong, menggantung di pohon dengan kepala di bawah selama empat puluh hari empat puluh malam tanpa makan dan minum. Yang datang ke sini itu kan cuma spiritualis masa kini. Mereka bukannya mendapat ilmu, tapi justru diusir," papar juru kunci sembari tertawa.
Bagi masyarakat Blitar, selain makam sang Proklamator, makam Eyang Joyodigo juga dikeramatkan. Sebagai makam yang dikeramatkan, menurut Boiran, makam Eyang Joyodigo dijaga dua sosok gaib berwujud dua binatang besar, yakni seekor ular sebesar batang pohon kelapa, serta seekor harimau loreng sebesar anak sapi.
Menurut juru kunci lagi, tak hanya dirinya saja yang pernah melihat kemunculan dua sosok gaib berwujud binatang itu. Konon, tak sedikit para peziarah, khususnya kaum spiritualis, yang melihat kemunculan dua sosok gaib berwujud ular dan harimau itu.
Masih menurut Boiran, sebenarnya dua sosok gaib penjaga makam ini, dulunya merupakan pengawal pribadi Eyang Joyodigo semasa hidup yang berasal dari bangsa lelembut berwujud binatang.
Karena kesetiaannya kepada majikan, hingga Eyang Joyodigo wafat, kedua sosok gaib itu masih setia menunggui makam majikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar